BANGUNAN yang digunakan sebagai rumah ibadah di Desa Cigelam, Kecamatan Babakancikao, Purwakarta disegel pihak otoritas setempat.
Hal tersebut dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta, lantaran belum memenuhi proses perizinan.
Diantaranya, bangunan tersebut tidak memiliki bukti persetujuan bangunan gedung (PBG) dan sertifikat layak fungsi (SLF). Terlebih bangunan itu digunakan sebagai rumah ibadah.
Bangunan tersebut disalahgunakan oleh sejumlah orang anggota jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun Purwakarta yang sudah berlangsung selama sekitar dua tahun.
Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika mengatakan, penyalahgunaan bangunan tak berizin untuk tempat ibadah itu, melanggar Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 terkait pendirian rumah ibadah atau dengan sebutan SKB 2 Menteri.
“Jadi yang kami segel adalah bangunan tak berizin yang disalahgunakan. Bangunan itu melanggar izin pemerintah daerah dan melanggar Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 ,” kata Anne dilansir dari ANTARA, Minggu (4/2).
Dirinya mengharapkan, penutupan atau penyegelan bangunan tersebut tidak disalahpahami atau sengaja disalahartikan, sebab yang ditutup bukanlah tempat ibadah, melainkan sebuah bangunan tak berizin.
Diketahui, penindakan yang dilakukan itu merupakan hasil kesepakatan Rapat Koordinasi Pemkab Purwakarta, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kantor Kementerian Agama, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Badan Kerjasama Gereja-Gereja (BKSG) Purwakarta dan perwakilan jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun.
“Kita bersyukur langkah penyegelan bangunan bisa ditempuh dengan semangat kebersamaan untuk menjaga suasana kondusif di Purwakarta. Semua pihak yang terlibat bersikap sangat bijaksana,” jelas Anne.
Kegiatan Ibadah Dihentikan Sementara
Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Purwakarta, Sopian, para jemaat yang melakukan kegiatan peribadatan di bangunan itu mengakui tidak mengantongi izin, baik dari lingkungan setempat maupun pemerintah terkait rumah peribadatan.
Jika melanggar peraturan SKB 2 Menteri terkait pendirian rumah ibadah, kata Sopian, maka sementara kegiatannya harus dihentikan untuk menghindari kesalahpahaman dan memicu konflik horisontal di antara masyarakat.
Meskipun demikian, kata dia, pihaknya telah menyiapkan solusi dan rekomendasi agar para jemaat tetap bisa melaksanakan ibadahnya.